Minggu, 02 Oktober 2016

 Hanya Sebuah Cerita

Langit malam menyelimutiku yang setia bercumbu dengan gulingku. Hujan deras sejak kemarin malam masih menyisakan rintik-rintik dan udara pun menjadi sangat dingin, kulit ku menggigil sekali. Jarum jam dinding masih menunjukkan angka lima. Sekarang hari Minggu, aku tak perlu buru buru bangun pagi, jalanan juga masih sepi, mungkin hanya beberapa tukang pengantar koran dan penjual sayur yang suaranya lantang menembus ventilasi rumah-rumah tetangga. Pukul 5, suara orang-orang yang sedang mengaji mulai menemaniku, setidaknya temanku bertambah selain jentikan bunyi air keran yang menetes terus sejak tadi malam. Aku tinggal sendirian di rumah ini, karena itu rumah ini sepi sekali, jarang aku tinggal berlama-lama di sini. Hampir setiap hari aku mengisi perutku di luar, jadi jarang sekali aku panggil tukang sayur itu, hampir tidak pernah barangkali. Setiap hari kerjaanku mendengarkan ceramah dosen-dosenku, mulai dari yang suka menjejali materi Biokimia dengan wejangan, sampai dosen yang lemah lembut luar biasa. Setelah itu, tenagaku dikuras oleh kegiatan BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) dan tugas-tugas praktek yang sepaket dengan deadline, si penagih waktu. Aku heran, barangkali tugas dan deadline merupakan saudara kembar.

Aku adalah seorang mahasiswi di sebuah universitas di daerah Jawa yang sedang bernegosiasi dengan semester VI . Aku bukan seorang anak yang sering terlihat batang hidungnya dalam kegiatan-kegiatan non-akademik yang biasa diselenggarakan mahasiswa, meskipun aku seorang ketua BEM. Kerjaan ku di BEM lebih banyak kuselesaikan di ruang BEM, karena menurutku itu jauh lebih efektif dibanding ajang menyumbang ratusan suara hanya untuk membebaskan sebuah masalah yang seakan akan berat sekali, padahal sederhana. Aku terbiasa menata segala sesuatu secara simpel, termasuk dalam penyelesaian masalah, sehingga sampai sekarang aku masih menyesuaikan diri dalam hal bekerja sama dengan beberapa teman dengan pikiran rumit mereka yang bagaikan benang kusut. Oh, tapi jangan kira aku menghindari mereka, karena sahabat terdekat ku, Randy, bisa dikatakan sebagai Raja ter-rumit, atau barangkali dia layak menerima penghargaan sebagai manusia dengan neuron terpanjang dan ter-rumit. Tak lepas waktu aku pun sering mempertanyakan bagaimana kami dulu bisa berteman. Aku rasa Randy dengan sifat sumringah dan cerianya itulah yang menjadi pelengkap bagian dari diriku yang 360 derajat berputar arah balik.

Guling ku bosan dengan pelukan ku, lagipula aku tak tenang karena kami yang sedari tadi bercumbu ternyata telah diintip oleh sang Fajar. Langit-langit kamarku segera menjadi terang benderang setelah ku buka penutup jendela. Aku menatap layar Samsungku, ternyata sedari tadi ada 3 missed free calls dari Randy ditambah 10 dentingan pesan yang berurutan darinya. Aku membayangkan Randy sedang menjebolkan layar smartphonenya, dengan kecepatan mengetik 100 km/jam karena sifat nya yang anti-menunggu. Aku memintanya untuk menemaniku ke Pusat Belanja untuk membeli headphone dan seperangkat alat mandi (ralat. Seperangkat alat kerja kantor) yang kuperlukan untuk rapat BEM pada Sabtu depan. Kulangkahkan kakiku menuju kamar mandi, aku harus memastikan setidaknya Randy tidak pingsan nantinya apabila aku yang terlambat 2 jam ternyata tidak juga membersihkan diri dengan rapi di depan seorang cowok.

Kaki ku menerawang jalinan ubin belapis marmer berwarna merah maroon yang menjadi ikon kafe ini, sementara mata ku melirik liar memperhatikan cowok berbadan tegap yang sedang duduk menyendiri di ujung kafe, dengan Apple ditangannya.
 "Halo cowok, lagi ngapain?" Aku menatapnya dengan sumringah sembari ku goyang-goyang kan gantungan kunci mobil ku yang membuat bunyi gemerisik.
Mata coklatnya menatap mataku seketika, lalu berkedip sebanyak 3 kali dan hal itu menggelitik perutku.
 "Maaf ya Mbak, aku lagi gak ada uang receh, nanti balik lagi aja pas aku udah dapat uang kembalian." Randy jelas sekali kesal padaku. Ingin langsung aku meminta maaf namun jiwa usilku sedang memperingati hari kemerdekaan nya kali ini.
"Oh,, gak apa-apa deh. Makasih kak, aku ngamen di tempat lain aja lagi." aku pun langsung melangkahkan kakiku menjauhi meja nomor delapan itu. Sontak Randy berseru.
 "Udah datangnya telat, gak minta maaf, ngerjain orang lagi." Aduh, dia marah betulan sepertinya. Aku duduk menghadapnya.
 "Maafin lho Ran, kamu sih mukanya lucu banget pas lagi ngambek, asik lagi untuk dijadiin sasaran empuk keusilan ku. Hahaha."
 "Hm. Kamu udah sarapan belum?" Randy menyodoriku sepiring roti goreng berlapis coklat. Spontan aku langsung melahap kedua potong roti goreng kesukaan ku tersebut.
 "Enyak,, ahu wau hambah." Randy langsung memanggil seorang pelayan dan dia memesan sepiring roti coklat goreng ditambah dua gelas susu coklat, lagi. Randy memang sangat gentleman, meskipun terkadang dia bertingkah seperti anak kecil namun sifat dewasa nya tetap kentara di sela-sela keramahan nya yang luar biasa. Dalam waktu sebentar saja, dia dan pelayan sudah mulai bercakap-cakap. Aku ancungkan jempolku padanya, namun segera kutarik kedua jempolku begitu aku tahu apa yang mereka bicarakan. Intinya si pelayan mengira aku dan Randy adalah sepasang kekasih, namun setelah mengetahui hal yang sebenarnya, cowok dengan mata hitam legam itu tersenyum ke arahku dan meminta nomor handphone ku ke Randy. Aku yakin yang bagian itu pasti hanya candaan.

 "Boleh juga ya kamu Bril, baru nyampai udah ada 1 cowok yang kesemsem sama kamu. Aduhai mbak Brila." Aku hanya meneguk susu coklatku, pura pura tidak mendengar apa yang dia katakan.
 "Kamu udah ngerjain laporan keuangan kegiatan festival kemarin belum?" pertanyaanku ini sontak diikuti mata Randy yang memutar ke belakang.
 "Bril, jangan bahas masalah BEM dulu deh. Mendingan kita fokus apa tujuan kita hari ini. Jadinya kita mau berangkat jam berapa nih setelah dua jam lewat dari perencanaan awal?" Bibirnya menyungging saat menyindirku.
 "Hahaha, maaf maaf. Tadi pagi suasananya enak banget buat tidur sama buat berimajinasi. Ntar kamu kutraktir makan siang deh sebagai gantinya. Lima belas menit lagi kita ke langsung berangkat ke Plaza ya." Randy hanya mengangguk. Pesanan tambahan telah datang. Untungnya bukan mas pelayan tadi yang mengantarnya sehingga aku tidak perlu kikuk.

Aliran musik Jazz mengalir di sela-sela ke-klasik-an suasana kafe ini. Aku penyuka musik Jazz. Aku sempat belajar memainkan piano bergaya Jazz namun sudah sejak 3 tahun yang lalu aku berhenti. Sejak aku pindah dari rumah orang tua ku dan menetap sendiri di kota ini, aku meninggalkan piano kesayanganku sendirian. Selama ini aku jarang berlatih namun kuharap skill piano ku tidak menciut. Berbeda dengan sahabat karib ku ini, dia menykai musik beraliran Rap dan RnB. Untung saja kafe ini berlatar musik jazz, kalau sempat musik Rap atau RnB yang diputarkan, kepala Randy bisa ikut bergoyang juga dan mulutnya bisa berkomat kamit melafalkan ayat ayat bigboxnya. Apalagi kalau sampai seisi kafe melihat ke arah kami berdua karena suara bigbox nya itu. Bila hal itu sampai terjadi barangkali aku langsung amnesia seketika bahwa dia pernah menjadi temanku.

  Arloji ku menunjukkan pukul 14.27 WIB. Kusodorkan kunci mobilku pada Randy, namun dia mengabaikannya. Dia sangkutkan tas selempangku di pundaknya dan berlagak bagaikan perempuan lemah gemulai, sembari melangkah menuju motor kesayangannya. Aku tidak terlalu suka dibonceng Randy, karena dudukan belakang motornya sangat menungging sehingga tubuh semampaiku terlihat mencolok sekali, ditambah lagi dengan motornya yang berwarna merah, jelas-jelas akan terlihat mencolok di jalanan (iya kalau ada yang peduli haha). Akhirnya motor merah ini berhenti juga. Saatnya berbelanja (dan cuci mata juga, pastinya!).
  "Belanja banyak ah, sekalian ada yang akan membawakan barang belanjaan." Randy menjewer hidungku sampai merah seperti tomat.
   "Heh, punya hidung sendiri tuh yang dijewer, mana merahnya kebangetan lagi."
  Randy hanya tertawa. Tawanya berbarengan dengan tatapan aneh mbak-mas penjaga counter cookies yang baru saja kami lewati. Entah apa yang mereka pikirkan, aku juga tidak ingin tahu. Hari masih panjang dan kantong pun masih tebal, maklum lah, awal bulan. Sahabat ku sudah jauh di depan sana, dia memandangi barisan arloji-arloji keren sambil mengobrol dengan mbak penjaga counter nya, modus mungkin. Penjaga counter itu juga merasa beruntung barangkali, ngobrol dengan cowok ganteng. Aku memutuskan untuk berbelanja sendiri, berhubung aku juga akan mampir ke kios pakaian dalam. Kalau Randy ikut, nanti kami malah dikeluarkan dari kios, cari aman saja deh.

 Triiing.
Kamu di mana sih? Dicariin dari tadi, main ninggal ninggal aja nih anak. -______-
 Randy mengirimiku pesan. Malas kubalas, jadi hanya ku beritahu untuk bertemu di Cicuit Drinks. Tangan kiri-kanan ku berisi tas belanjaan (baca : Kantong kresek berisi sampo dkk) sehingga perlu berjam-jam bagiku untuk mencapai garis finish. Wajah galak Randy memantul di kaca depan Cicuit Drinks. Ternyata dia sudah memesan segelas green tea dan kopi vietnam. Dia menyeruput green tea nya sembari meletakkan kopi vietnam di hadapannya (Hmm.. Oke. Aku dapat kopi vietnam gratis.) Aku memerhatikannya saat menuju ke tempat ini. Senyum polos tersungging dari bibirku. Biasanya dia akan mengedipkan mata seperti biasa, namun kali ini dia buru-buru membuang pandangannya dari mataku dan terkesan sangat mendadak. Entah mengapa, tapi tenggorokan ku lebih penting untuk dibicarakan saat ini sehingga langsung saja ku seruput kopi vietnam itu. 1 menit ke depan tidak terjadi apa-apa, jadi kopi vietnam ini aman pikirku.

  "Mau makan apa? Aku yang traktir, pesan gih."
  "Besok-besok kalau mau ninggalin bilang-bilang biar aku gak nyariin."
  "Biasanya juga aku tinggalin kamu biasa aja, kok sekarang perhatian? Hahaha." ku kedipkan mata ku pada sahabat ku ini.
  "Ini serius."
  "Ini dua rius."
  "Ini serius. Tadi pas kamu udah ninggalin aku tiba tiba ada mbak Betty nangkep tangan aku. Aku panggil-panggil kamu tapi udah gak ada."
  "Hahaha. Asik dong."
 Randy menghela napas. "Sebenernya tadi ada yang nelpon aku bilang Brila kecelakaan sekarang di Rumah Sakit Hati. Awalnya aku-"
  "Terus kamu percaya-percaya aja gitu?"
  "Makanya orang ngomong jangan dipotong-potong. Aku gak percaya lah awalnya. Cuman dia bilang Brila dengan alamat KTP Jalan Sudirman Jakarta Pusat umur 19 tahun. Sontak aku kaget, karena itu kan identitasmu. Ku telpon kamu berkali-kali tapi tak ada respon."
  "Lho aku gak ada nerima telpon satu pun tuh, paling sepuluh buah sms yang menuhin inboxku. Kamu telpon beneran apa nyasar?" Aku memutar bola mataku sambil kuteguk kopi vietnam ku.
  "Yah aku free calls line sih.. Hahaha. Ya udah pokoknya besok kalau mau ninggal-ninggal bilang aku."
  "Ya jangan ninggal-ninggal duluan makanya, ngemodusin mbak mbak penjaga counter lagi. Diih."
  Pesanan kami mendarat juga akhirnya dan langsung menetap di perut keroncongan yang setia bernyanyi, setidaknya sampai saat ini. Kuhabisi semangkuk coto Makassar pedas ini. Setelah itu kami langsung pulang. Randy mengantarku kembali ke kafe.
  Pukul 18.21 WIB kami berpisah. Randy dengan motor merahnya sedangkan aku dengan sedan metalik ku melaju di bawah semburat cahaya jingga kemerah-merahan matahari yang mengantuk. Jalanan hari ini tidak terlalu ramai, dan yang terpenting tidak macet. Biasanya aku memerlukan waktu sekitar 1 jam 15 menit untuk mencapai rumah, kalau macet. Kali ini, cukup 45 menit saja. Sebelah kiri dan kanan ku mulai terlihat cahaya lampu-lampu kota dan toko-toko yang berjejeran yang kalau pada siang hari terlihat kumuh. Namun sore ini, mereka terlihat indah sekali. Tiang lampu merah terlihat mendekat. Lampu berwarna kuning memperingatkan para pengendara entah untuk berhenti atau siap-siap jalan. Aku tidak terlalu memperhatikan. Toh lampu nya sudah merah. Aku berhenti. Aku tertarik pada pemandangan seorang penjual koran dan penjaja makanan yang terlihat tertawa. Tangan mereka menggenggam masing masing separuh mendoan. Si penjual koran meminum sebungkus es teh lalu di berikan ke penjaja makanan. Sudah berhari hari aku sering melihat mereka bersama. Usia mereka terpaut jauh sepertinya. Yang seorang adalah nenek mungkin berusia sekitar 60 tahun. Yang seorang lagi pemuda berusia 20 tahunan. Pertemanan mereka sangat menenangkan hati ku, mungkin hatimu juga, kalau kau juga memperhatikan mereka seperti aku. Mungkin pikirku.
  Klakson mobil di belakangku mengalihkan pandanganku. Segera kupacu mobilku melintasi perempatan di depanku. Jalanan yang kumasuki ini tidak seperti jalan yang tadi. Jalan ini macet. Ribuan roda bersesakan di atas aspal selebar 7 meter ini. Mobilku satu diantara mereka. Tidak ada ruang napas bagi mobil mobil kami. Ruang napas terisi dengan motor motor yang mencari cari kesempatan dalam kesempitan. Sekitar 30 meter di depan ada belokan ke kiri menuju sebuah gang yang terlihat sepi. Setelah 15 menit aku sudah berada di gang itu. Jarum speedometer ku bertengger di angka 40. Mungkin karena sepi pikirku makanya aku berani secepat itu. Pikiran ku kalut karena kemacetan tadi. Aku benci dalam keramaian yang menyesakkan. Lebih baik aku menempuh jarak yang lebih jauh dari biasanya daripada harus mendekam terjepit dalam kemacetan.
  Aku melirik kaca spionku. Sebuah mobil dengan kecepatan tidak biasa terlihat buru-buru ke arahku. Barangkali mobil hitam itu berkecepatan 60 km/jam. Jalanan sedang sepi mungkin menjadi keuntungan bagi pengendaranya. Aku khawatir, namun terlihat sebuah gang di sebelah kiri jalan kira-kira kira 15 meter di belakangku dan ku kira mobil tersebut akan berbelok. Tetapi ternyata mobil tersebut tidak mengurangi kecepatannya sedikitpun, gerakannya pun oleng seakan akan pengendaranya mabuk dan pegas rem nya hilang ke laut barangkali. Dalam rasa khawatir, buru-buru ku bunyikan klakson ku panjang, keras-keras sebanyak 3 kali. Jalan ini sempit sekali. Kalau saja jalannya lebih lebar 3 meter saja atau seandainya ada gang di depanku, aku mungkin bisa menghindar. Apalagi di depanku ada seorang kakek mengendarai motor pelan. Dari arah berlawanan juga ada mobil melaju bersesak-sesak dengan motor. Aku terjepit. Sungguh aku terjepit. Aku bingung sekali dan aku benci sekali keadaan ini. Ku bunyikan lagi klakson ku buru-buru.
    TEEEEET. TEEEET. TEET TET TET TEEET!!!  Kubunyikan lagi klakson ku dengan tangis dan teriakku pecah. Aku sungguh sungguh berharap si pengendara mobil melambat. Tuhan, aku tidak ingin mencelakai kakek di depanku. Namun terkadang pilihan dan keadaan tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan dan aku memilih pasrah.
   BRAKKK. TEEEEET. Mobilku terdorong ke depan. Kepalaku terbentur keras sekali. Darah mengucur dari kepalaku yang benjol sebesar biji durian sepertinya. Aku ingat mama pernah mengingatkanku untuk membuka kunci pintu mobil ketika keadaan darurat. Tangan kananku meraih kenop pintu kobil dan pandanganku kabur setelahnya. Terakhir kuliha arloji menunjukkan pukul 19.19 WIB, lalu datang kakek tadi dan beberapa orang lainnya membuka pintu mobilku.

  Entah bagaimana caranya aku bisa sampai di tempat ini. Aku dikelilingi dinding berwarna putih. Korden berwarna hijau terlihat menggantung senada dengan dinding. Lukisan bunga mawar berdampingan dengan sebuah jam dinding tergantung di depanku. Pukul 09.22 WIB  Kepalaku terasa sakit. Sebuah benjolan besar di kepalaku terasa sangat sakit ketika ku sentuh. Namun dalam erangan sakit ini, sudut mataku menangkap seorang yang sepertinya ku kenal duduk tertidur di atas sofa. Kaki kirinya ditekuk ke atas sofa sedang kaki kanannya menumpu pada lantai. Tangan kanannya mengepal di atas keningnya. Dia mendengkur. Sepertinya aku kenal dengan dengkuran ini, sering ku dengar saat rapat BEM, saat di perpustakaan umum, saat di rumahku. Gelang black metalnya menggantung di lengan bawahnya. Kemeja biru kotak-kotaknya terlihat sangat cocok dengan celana hitam kainnya, namun terlihat lusuh seperti tidak diganti semalaman. Seketika itu juga aku terkejut dalam hati. Randy tengah tertidur, di sana, yang kuperhatikan dari tadi. Ku perhatikan tangan kanan ku, tergantung sebuah gelang yang sama dengan miliknya. Gelang yang kami beli 3 tahun yang lalu, ketika kami bersama sama mempersiapkan perlengkapan ospek dan semalalaman berkawan dengan tugas-tugas dari kakak kelas di rumahku sampai dia ketiduran dan mendengkur dengan khasnya. Sampai sekarang bahkan aku masih menyimpan rekaman dengkurannya.
  "Ran.. Randy." Sebenarnya aku ingin langsung duduk di sampingnya. Aku ingin memeluk Randy. Entah mengapa aku merasa sangat merindukannya, sama seperti ketika aku diputusin Angga, kakak kelas ku. Aku ingat saat itu Randy memukul Angga tepat di depanku sampai aku menangis-nangis melerai mereka. Tentu saja aku tidak mampu, hanya ada beberapa teman yang melerai mereka. Kau boleh sebut ini bagai drama, karena aku juga mengira begitu. Yang penting saat itu aku memeluk Randy dan bersyukur bagaimana aku dianugerahi seorang sahabat sepertinya.
  Pukul 09.57 WIB
  "Randy. Randy, bangun Ran. Raaaan bangun."
  Perlahan mata nya mengerjap-ngerjap lalu berhenti tepat di depan mataku. Tatapan nya dalam. Aku baru tahu kalau matanya sembab dan aku tidak tahu mengapa. Kalian boleh menyebutku sahabat macam apa namun sejujurnya aku tidak pernah melihatnya menangis. Dia berjalan ke arahku. Aku bangun dan duduk di atas tempat tidurku. Seketika dia langsung memeluk ku erat. Aku pun memeluknya. Air mata ku perlahan membasahi pipiku. Bukan hanya aku ternyata karena ku dengar isakan napas berat Randy di belakang punggungku. Aku tidak tahu mengapa kami berdua menangis dan berpelukan dengan leganya. Satu hal yang aku ingat saat itu adalah bagaimana tawa bahagia si penjual koran dan penjaja makanan terasa sangat hidup dalam jiwaku, di sini bersama Randy, barangkali mungkin karena kami di sini saling menjaga satu sama lain meskipun orang lain tidak tahu apa menapa yang terjadi di antara kami berdua. Tapi tidak buat kalian, karena kalian mendengarkan ceritaku, bukan?


Originally written by Me, Jesica Silitonga. (Yogyakarta, 1 Oktober 2016)

Ttd.

Rabu, 14 Oktober 2015

N.A.M.A ?


N.A.M.A
Sepele ya? Tapi berharga.
Nama adalah kata pertama dari orang di luar keluarga kita.

   "Nama nya siapa?

Nama, barangkali susah memahaminya. terkadang nama beberapa orang sangat panjang, sampai 5 kata pula. Tak jarang juga, nama pun hanya 1 kata.

N.A.M.A
Pernahkah Anda bertanya mengapa nama Anda adalah Jane mungkin? Mengapa Jesica? Mengapa Reyhan?
Oke, pertanyaan yang bagus, karena sampai sekarang aku hanya berbekal jawaban dari orang tuaku, alasan namaku adalah Jesica. Intinya, namaku memiliki arti  "Kerendah hatian yang cantik/indah, dan tegas sekalipun terhadap pria." Hahahaha, semoga akunya bakal beneran seperti itu. :)
Tapi, gak jarang juga lho, beberapa orang tua memberikan sebuah nama kepada anaknya tanpa arti, pas ditanya jawabnya "karena bagus aja." Atau karena nama orang terkenal pada zaman itu, hahahahaha

Menurut kalian?
Nama bakal menentukan kepribadian seseorang, gak?
Aku sih jujur, beberapa kali aku ketemu dengan beberapa pasangan irang yang namanya sama, alhasil rupa nya juga sama. Contohnya, aku pernah ketemu sama teman yang namanya Nada, terus aku juga ketemy sama anak salah sayu fakultas kedokteran,namanya mbak Nada, serius deh, muka mereka mirip :/
Contohnya lagi, aku ketemu teman yang namanya Intan, taunya adek kelasku juga ada yang namanya Intan, dan mereka itu "plek" banget. Ohya, aku juga sering ketemu sama anak2 yang namanya Jesica, ada 1, 2, 3,4. Wah, dan mereka semua cantik.. ckckckck, kok yang sini....... hehehehehe

Mau kukasih contoh nama yang indah ?
oke, Lucifer. Namanya indah bukan? Tapi jangan salah, dia adalah salah satu malaikat yang memberontak kepada Tuhan, sehingga menjadi musuh kita selama ini, yap, iblis.
Maradona? Bagus ya namanya, tapi Maradona adalah salah satu nama bunga yang beracun (kalau tidak salah) di suatu negara.

Hahaha, gitu tems, menurutku, ada "sesuatu" sama ideologi nama itu sendiri. Saran buat para orang tua, untuk memberikan nama jangan sekedar dilihat dari bagus or indahnya nama tersebut, pastikan arti nya juga baik, sambil didoakan agar anak nya juga bisa berkarakter sebaik namanya,, eh mamanya juga deh *peace*

Makasih :)

Minggu, 14 Juni 2015

Keindahan yang disempurnakan Kelemahan

Tahukah kau?

Mawar indah.
Semua orang tau bahwa mawar itu indah.

Setangkai mawar bukanlah indah bilamana tak satupun mahkota hendak bertengger di sana.

Setangkai mawar bukanlah indah bilamana tak ada lumuran ketulusan warna putih maupun kemanisan warna merah muda.

Setangkai mawar bukanlah mawar,
bilamana tak satupun duri panjang kuat mencengkeram tangkai rapuhnya.

Tahukah kamu, kalau kamu itu bagaikan setangkai mawar itu?

Tuhan menciptakanmu indah.
Mahkota-mahkota itu adalah beratus-ratus kelebihanmu, keindahanmu, keistimewaanmu yang sepaket dengan adanya dirimu.

Tuhan menciptakanmu istimewa.
Layaknya mawar, yang istimewa karna dia memiliki warna yang khas.
Seperti adanya dirimu, kamu khas.
Kamu tak perlu mencoba menjadi orang lain, karna kamu sudah indah apa adanya dirimu, cukup jadi diri sendiri saja.

Tuhan memberimu kesulitan, rasa sakit, sebagai duri-duri kehidupanmu.
Supaya kamu kuat menjalani hidupmu yang tak akan selalu mulus,
Dia melengkapimu rasa sakit, supaya kamu merasakan lebih berwarna nya kehidupanmu.

Sakit,
Supaya kamu ingat Dia.
Supaya kamu tetap menoleh padaNya, tidak tenggelam dalam keasikanmu sendiri.

Percayalah, layaknya sebuah mawar yang sebenarnya menggunakan duri-duri panjangnya sebagai alat pertahanan tubuhnya,
Begitupun kamu.
Hai ciptaan yang begitu dikasihiNya..

Jumat, 12 Juni 2015

Tips memulai hari

Untuk memulai hari kita, penting banget sama yang namanya "ketenangan" :)

Gimana caranya?
Ini aku kasih sedikit tipsnya, semoga membantu ya ^^

1. Bersyukur (Berdoa)
Bener deh. Ini emang kudu banget dilakuin tiap pagi. Soalnya, ini yang bikin perasaan kamu tenang. Kamu merasa berharga, karna Tuhan masih ngasih kamu napas dan mengasihi kamu ^^

2. Senyum
Wah.. ngapain senyum di pagi hari?
Nah..
Senyum itu membuat kamu pede. Serius deh :)
Senyum, membuat otak kita jadi seger gitu :3
Gak percaya?
Gini deh, pas lgi stress, senyum aja. pasti pusing kmu berkurang :)

3. Pikirin orang yg kamu sayang
Nah, ini nih..
Aku yakin, bagi pembaca. Pas lagi baca kalimat ini pasti langsung keingat sama "someone" kan? :3

Gapapa gapapa.. gak salah kok ^^
Nah ini juga bisa membantu, karna kamu jadi punya semangat :)
Semangat hidup.
Semangat buat jalani hari :)

Tapi gak cuma mikirin someone aja yaa mikir orang tua juga dong :3, keluarga juga :)

4. The last but not Least..
Sebelum keluar dari rumah, ucapin motto hidup kamu sendiri.
Contohnya

"Pagi ini aku mau ke sekolah, aku mau sukses, aku mau bahagiain Orang tua ku."

Atau
"Tak ada kemuliaan tanpa perjuangan."

Itu membuat kamu ingat tujuan hidup kamu, jadinya kamu fokus untuk masa depan ^^

But, aku boleh kasih saran?

Apapun yg kamu rencanain, bawa semuanya sama Tuhan yaa


Ora et Labora.

>>>>>>>>>>>>>Kalau ada yg tertarik untuk copas, jangan lupa tlg sertakan linknya ya :)
Makasih sobat,
Nice day selalu (ok)<<<<<<<<<<<<<<<<<

Senin, 01 Juni 2015

Bisa kok!

Hai :)

Dapat pelajaran baru hari ini nih..

Pernah merasa illfeel ttg seseorang / sesuatu / dkk ?

Santai..
Biasa kok itu.

Yang perlu kita lakuin adalah bersyukur kalau kita masih bisa sempet ngerasain itu semua... :)

Toh itu bikin hidup kita gak cuman lurus lurus banget :p

note : walau agak susah ngelakuin ini sih sebenarnya -____-


Tapi prcaya deh, bukankah Tuhan gak pernah ninggalin kamu sendiri? :)

Sabtu, 30 Mei 2015

Keindahan itu diciptakan, bukan?

Hai :)

Ada satu unek2 nih (eciah)

Kemarin, aku lagi di gerejaku. Duduk di semen2 di samping mobil yg kuparkir... sambil membawa secarik majalah (secarik, eh?) dan segumpal kertas bersama sebatang pensil...

Ngapain ya?
Sebenarnya pura2 dramatis melukis pemandangan gereja sambil membaca majalah (sok multifungsi nih ceritanya. wkwk)
Nah..
angin yang sepoi2 membuat aku jadi sok foto model menghirup kegeserannya.
Eh salah,
kesegarannya.

Nah...
Di saat itulah.
Aku mendapat sebuah pewahyuan. Sebenarnya lebih ke penyadaran sih...

Ada satu pertanyaan sekaligus pembuktian yg muncul dlm benakku,

"Sebenarnya, sadar gak sih kita bahwa lingkungan sekitar kita tu indah?"

Kebetulan, akhir2 ini aku punya hobi baru. Fotografi.
Dan objek favoritku adalah keindahan alam.

Aku jadi pingin ngetake foto sekitarku waktu itu.
Yang perlu digarisbawahi.. Saat itu aku sedang berada di gereja. Apa coba yg mau ku take??

Oh, tenang dulu...
Gak harus alamnya indah baru fotonya indah. bukankah maksud dari fotografi itu adalah "mengmbil sebagian or sesaat event yg sebenarnya biasa, namun jadi indah, bukan? :)




Nah... itu foto2 yg bukan kuambil di tempat keren or something like those.
But it"s only di tempat biasa kok... :)

Ada yg tooknya di sebuah desa di daerah Magelang. Desa Bono kalau gak salah.. Ada yg di pondokan di monjali.. hehehe

Betewe.. aku masih pemula XD
Mohon bantuannya ya ^^
Makasih ^^

-JS-


Jumat, 22 Mei 2015

Baru nyadar noh

Ini post yang ke-3 untuk hari ini. Mungkin karna aku yang gabut max?

Dan aku menulis ini dengan kondisi hidung dan tubuh yang tidak bersahabat.

Ya, dari subuh hidungku udah diserang sama pasukan virus jahat yang tak tau toleransi -_-

Gak tangung2 sampai badanku juga panas panas gimana gitu :3

Oh iya hampir lupa niat sebenarnya mau nulis ini apa ._.
Jadi, tepat kemaren ini tanteku pulang.
Tante ku itu perhatian banget sih sama aku, sampai aku pulang malam buanget tuh ya, aku masih dimasakin, dibikinin susu sama puding. Baik banget lah..

Ditambah lagi orangnya ceplas ceplos gmana gitu.. wkwkwk.

Yap betul, aku tadinya tinggal sendiri di rumah yang katanya temens ku ini cukup besar untuk dihandle seorang anak kecil ingusan seperti hayati ini ._.

Nah,memang ya, kebahagiaan tuh gak selalu mulus.
Ntah kenapa, karna omongan gak jelas aku jadi mulai marah plus kesal sama tanteku itu.

Iya sih, tante punya salah. But, gak totally slah nya si tanteku ini.
Dan aku jadi nggak terlalu open sma tanteku ini.
Sampai pada akhirnya, aku harus ke Jakarta yng waktunya bertepatan sma Tenteku juga pulang.
Iya aku sadari itu sih, cuman ya gimana, biasa aja jadinya aku pas cipika cipiki sma beliau.

Niy, pas aku barusan pulang, baru rasain noh -_-"
Aku mulai ngerasa sepi, dan kangen sama celoteh2 nya tante.
Tapi ini tinggal aku sendiri, masak sendiri, cupir sendiri, cubaj sendiri, mandi sendiri (emang lagu XD)

Padahal ya, aku tu udah sering ngerasa gak kuat gimana gitu. Aku ngerasa gimana gitu..
But? What should I do now?
Aku harus bisa ngelewati tantangan hidup sendiri (padahal rumah opungku -nenek dalam bahasa batak- di sampaingku nih.. wkwk)

Dan ada 1 hal yang kupetik.
Memang ya, kita mungkin baru bisa menghargai seseorang saat orang tersebut pergi dari hidup kita (walaupun cuman sementara lho)

Dan yang perlu kita lakuin adalah betul2 menghargai setiap kedatangan orang-orang dengan kepribadian yang berbeda dalam hidup kita.

Why?

Coz Tuhan pasti punya tujuan kan saat mendatangkan orang tersebut?
Bisa jadi untuk kebahagiaan kita, bisa jadi untuk kita belajar, bisa untuk menambah keindahan cerita hidup kita


Ya begitulah, maaf kepada para pembaca kalau postingan ini panjang buanget.. kalau kalian ada yang mau baca sih, soalnya ini juga gak terlallu menarik, mungkin..

Thanks,
oh ya, blog menurutku kayak diari sih. Hal apapun bisa kutulis di sini.
Selama orang lain gak tau blogku, ini rahasia.
Hahaha.